Beautiful Dream
Karya Isnani
Nur Rizqi
Di
hari terakhir sekolah sebelum libur panjang, disibukkan dengan pembelajaran
kelompok Bhs.Jawa. Semua siswa sibuk dengan hasil tulisannya masing-masing. aku
berada pada satu kelompok yang sangat membingungkan, dimana aku dibiarkan
berada pada segerombolan pria yang tidak mau membantuku berpikir sedikit pun.
“Hey semua! Kalian pikir aku patung, ini kerja
kelompok bukan individu. Kenapa tidak ada seorangpun yang mau membantuku,” ujarku kesal.
Tanpa aku sadari, Rian duduk menghampiriku. Dia
tersenyum padaku dan tiba-tiba menyandarkan kepalaku di pundaknya. Seketika
waktu seakan terhenti, tubuhku serasa melayang di udara. Berpuluh pasang mata
di ruang itu menatap kearahku, aku bagaikan sang Putri yang menemukan Pangeran
ditengah kegundahan hati. Ruangan diskusi itu berubah menjadi panggung negeri
dongeng dengan romantika cinta yang mendalam.
“SO SWEETT
....” (Teriakan semua temanku dalam ruangan itu)
“Kalian pasangan yang serasi, semoga langgeng
ya,” Anto menambahi.
Setelah
kejadian itu, aku dan Rian semakin dekat. Kami seakan amplop dan perangko,
dimana ada Rian disitu ada aku. Kemana-mana kita berdua, bagaikan sepasang
kekasih. Terkadang aku bingung dengan semua ini, mungkinkah ini jawaban atas
semua doaku? Entahlah, yang jelas aku
merasa sangat bahagia.
“Kita ke kantin yuk,” ajak Rian.
“Aku lagi males nih, kamu aja deh.”
“Ya udah aku pergi dulu ya.”
Selang
beberapa menit Rian datang dengan membawa banyak makanan dari kantin.
“Nih buat kamu, dimakan ya.”
“Kamu ngapain repot-repot beliin ini buat aku?”
“Ya kan tadi kamu bilang males ke kantin. Nah aku
juga males kalau makan sendiri tanpa kamu, makanya aku beliin ini biar kita
bisa makan sama-sama disni.”
“Sebenernya kamu nggak harus beliin ini lho buat
aku, tapi makasih ya.”
Kami
pun makan bersama di dalam kelas. Selama makan aku terus memandangi wajah Rian.
Aku masih tidak percaya, aku bisa mendapatkan seseorang yang sangat perhatian
padaku.
Jam
istirahat telah usai, tak terasa kami memasuki pelajaran terakhir di hari yang
melelahkan ini. Dimana semua siswa harus menyampaikan hasil kerja kelompok
masing-masing.
“Baiklah anak-anak silahkan kalian menyampaikan
hasil dari diskusi masing-masing. Ibu akan memulai dari kelompok pertama,
Silahkan.”
“Assalamu’alaikum wr.wb. Kami dari kelompok satu
akan menjelaskan tentang kesenian yang ada di Jawa.”
Selama
menyaksikan penampilan temanku, aku merasa takut kalau aku akan jauh lebih
buruk dari mereka. Aku tidak pede dengan hasil kerjaku, rasanya aku
tidak mau maju untuk menyampaikannya pada teman-teman. Namun apalah dayaku, kini
tiba giliranku untuk menyampaikan semua yang telah kutulis dalam selembar
kertas.
”Sekarang saya persilahkan kelompok terakhir untuk
menyampaikan hasil diskusinya.”
Saat
nama kelompokku di panggil, aku semakin gugup, tubuhku seketika berubah dingin,
kaku, seperti baru keluar dari lemari es. Tanpa banyak kata Rian menggenggam
erat tanganku dan berkata “Jangan hiraukan mereka, anggaplah mereka tidak ada
disana. Kamu pasti bisa sayangku”.
Kata-kata
Rian membuat jantungku berdetak kencang dan membuat kakiku berani melangkah
kearah tempat aku harus memulai presentasiku.
“Assalamu’alaikum wr.wb.”
“Wa’alaikumsalam wr.wb.”
Mulutku
kembali terkunci, aku melihat berpuluh pasang mata menatap tajam kearahku. Aku
merasa bagaikan seorang tahanan yang tengah dihakimi dalam ruang persidangan.
Seketika
itu aku mencoba tenang, aku mengarahkan pandangan mataku pada Rian. Aku
langsung teringat kata-katanya yang menyuruhku mengganggap bahwa semua yang ada
di ruangan tidak melihat aku. Ya, aku harus fokus dengan apa yang akan ku
sampaikan. Aku pasti bisa!
“Saya mewakili kelompok, akan menympaikan hasil
diskusi kami tentang kesenian yang ada di Jawa. Dalam hal ini, kami mengambil
contoh satu macam kesenian yaitu Ludruk.”
Tak
terasa 30 menit berlalu. Dan tanpa sadar, aku telah berhasil menghilangkan
ketakutanku berbicara didepan orang banyak. Semua orang dalam ruangan itu
memberikanku tepuk tangan dengan meriah.
“Saya bangga dengan apa yang kamu sampaikan, saya
rasa kamu akan bisa menjadi icon
kesenian di Indonesia kedepannya,” ujar Ibu guru.
“Terima kasih sekali bu, tapi saya rasa ibu
berlebihan. Saya hanya menyampaikan apa yang saya bisa.”
“Iya ibu tau, tapi ibu rasa kamu mempunyai bakat
yang luar biasa disini. Sekali lagi ibu ucapkan selamat untuk kalian semua.”
Saat
aku turun dari panggung, semua teman menghampiri dan mengucapkan selamat
padaku. Aku bak seorang artis yang berada di kerumunan fans.
“Makasih buat semuanya,” ucapku pada Rian.
“Terima kasih untuk apa? Itu semua bukan karena aku,
tapi karena dirimu sendiri. Kamu sudah berusaha keras, dan sekarang kamu
merasakan hasil dari usahamu.”
“Iya kamu benar, tapi aku tidak akan bisa melakukan
ini sendiri tanpa dirimu. I love you
Rian.”
“I love you
too. Sekarang aku antar kamu pulang ya.”
Saat
sampai di depan gerbang sekolah, tiba-tiba aku terpeleset. Tubuhku menatap ke
sebuah pohon,
BRAKK
...!!
Aku
langsung tersungkur ke tanah dan tak
sadarkan diri. Anehnya, disana tidak ada seorangpun yang menolongku. Dan saat
aku sadar dari pingsanku,
KRINGG
... KRINGG ... KRINGG ...
“Nuri bangun, sudah siang. Kamu tidak berangkat ke
sekolah?” ujar ibuku.
“Sekolah? Aku kan baru aja pulang bu,
“Baru pualng dari mana, kamu jangan ngaco ya. Sekarang ini baru jam 7 pagi.
Udah sekarang kamu mandi terus cepetan berangkat ke sekolah.”
“Hah jam 7 pagi? Berarti yang tadi itu .... ”
TIDAKKK !!!
Aku
baru sadar ternyata semua yang aku alami dengan Rian itu cuma mimpi.
Mimpi,,
ya itu semua memang cuma mimpi. Aku nggak akan mungkin bisa memiliki Rian. Rian
I love you. You will be a king in my heart forever.
***
Antologi Analogi Hati (2014) Mafaza Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar