Senin, 07 Juli 2014

Cerpen, genre: romance



Beautiful Dream
Karya Isnani Nur Rizqi

Di hari terakhir sekolah sebelum libur panjang, disibukkan dengan pembelajaran kelompok Bhs.Jawa. Semua siswa sibuk dengan hasil tulisannya masing-masing. aku berada pada satu kelompok yang sangat membingungkan, dimana aku dibiarkan berada pada segerombolan pria yang tidak mau membantuku berpikir sedikit pun.
“Hey semua! Kalian pikir aku patung, ini kerja kelompok bukan individu. Kenapa tidak ada seorangpun yang mau membantuku,”  ujarku kesal.
Tanpa aku sadari, Rian duduk menghampiriku. Dia tersenyum padaku dan tiba-tiba menyandarkan kepalaku di pundaknya. Seketika waktu seakan terhenti, tubuhku serasa melayang di udara. Berpuluh pasang mata di ruang itu menatap kearahku, aku bagaikan sang Putri yang menemukan Pangeran ditengah kegundahan hati. Ruangan diskusi itu berubah menjadi panggung negeri dongeng dengan romantika cinta yang mendalam.
SO SWEETT ....” (Teriakan semua temanku dalam ruangan itu)
“Kalian pasangan yang serasi, semoga langgeng ya,”  Anto menambahi.
Setelah kejadian itu, aku dan Rian semakin dekat. Kami seakan amplop dan perangko, dimana ada Rian disitu ada aku. Kemana-mana kita berdua, bagaikan sepasang kekasih. Terkadang aku bingung dengan semua ini, mungkinkah ini jawaban atas semua doaku?  Entahlah, yang jelas aku merasa sangat bahagia.
“Kita ke kantin yuk,” ajak Rian.
“Aku lagi males nih, kamu aja deh.”
“Ya udah aku pergi dulu ya.”
Selang beberapa menit Rian datang dengan membawa banyak makanan dari kantin.
“Nih buat kamu, dimakan ya.”
“Kamu ngapain repot-repot beliin ini buat aku?”
“Ya kan tadi kamu bilang males ke kantin. Nah aku juga males kalau makan sendiri tanpa kamu, makanya aku beliin ini biar kita bisa makan sama-sama disni.”
“Sebenernya kamu nggak harus beliin ini lho buat aku, tapi makasih ya.”
Kami pun makan bersama di dalam kelas. Selama makan aku terus memandangi wajah Rian. Aku masih tidak percaya, aku bisa mendapatkan seseorang yang sangat perhatian padaku.
Jam istirahat telah usai, tak terasa kami memasuki pelajaran terakhir di hari yang melelahkan ini. Dimana semua siswa harus menyampaikan hasil kerja kelompok masing-masing.
“Baiklah anak-anak silahkan kalian menyampaikan hasil dari diskusi masing-masing. Ibu akan memulai dari kelompok pertama, Silahkan.”
“Assalamu’alaikum wr.wb. Kami dari kelompok satu akan menjelaskan tentang kesenian yang ada di Jawa.”
Selama menyaksikan penampilan temanku, aku merasa takut kalau aku akan jauh lebih buruk dari mereka. Aku tidak  pede dengan hasil kerjaku, rasanya aku tidak mau maju untuk menyampaikannya pada teman-teman. Namun apalah dayaku, kini tiba giliranku untuk menyampaikan semua yang telah kutulis dalam selembar kertas.
”Sekarang saya persilahkan kelompok terakhir untuk menyampaikan hasil diskusinya.”
Saat nama kelompokku di panggil, aku semakin gugup, tubuhku seketika berubah dingin, kaku, seperti baru keluar dari lemari es. Tanpa banyak kata Rian menggenggam erat tanganku dan berkata “Jangan hiraukan mereka, anggaplah mereka tidak ada disana. Kamu pasti bisa sayangku”.
Kata-kata Rian membuat jantungku berdetak kencang dan membuat kakiku berani melangkah kearah tempat aku harus memulai presentasiku.
“Assalamu’alaikum wr.wb.”
“Wa’alaikumsalam wr.wb.”
Mulutku kembali terkunci, aku melihat berpuluh pasang mata menatap tajam kearahku. Aku merasa bagaikan seorang tahanan yang tengah dihakimi dalam ruang persidangan.
Seketika itu aku mencoba tenang, aku mengarahkan pandangan mataku pada Rian. Aku langsung teringat kata-katanya yang menyuruhku mengganggap bahwa semua yang ada di ruangan tidak melihat aku. Ya, aku harus fokus dengan apa yang akan ku sampaikan. Aku pasti bisa!
“Saya mewakili kelompok, akan menympaikan hasil diskusi kami tentang kesenian yang ada di Jawa. Dalam hal ini, kami mengambil contoh satu macam kesenian yaitu Ludruk.”
Tak terasa 30 menit berlalu. Dan tanpa sadar, aku telah berhasil menghilangkan ketakutanku berbicara didepan orang banyak. Semua orang dalam ruangan itu memberikanku tepuk tangan dengan meriah.
“Saya bangga dengan apa yang kamu sampaikan, saya rasa kamu akan bisa menjadi icon kesenian di Indonesia kedepannya,” ujar Ibu guru.
“Terima kasih sekali bu, tapi saya rasa ibu berlebihan. Saya hanya menyampaikan apa yang saya bisa.”
“Iya ibu tau, tapi ibu rasa kamu mempunyai bakat yang luar biasa disini. Sekali lagi ibu ucapkan selamat  untuk kalian semua.
Saat aku turun dari panggung, semua teman menghampiri dan mengucapkan selamat padaku. Aku bak seorang artis yang berada di kerumunan fans.
“Makasih buat semuanya,” ucapku pada Rian.
“Terima kasih untuk apa? Itu semua bukan karena aku, tapi karena dirimu sendiri. Kamu sudah berusaha keras, dan sekarang kamu merasakan hasil dari usahamu.”
“Iya kamu benar, tapi aku tidak akan bisa melakukan ini sendiri tanpa dirimu. I love you Rian.”
I love you too. Sekarang aku antar kamu pulang ya.”
Saat sampai di depan gerbang sekolah, tiba-tiba aku terpeleset. Tubuhku menatap ke sebuah pohon,
BRAKK ...!!
Aku langsung  tersungkur ke tanah dan tak sadarkan diri. Anehnya, disana tidak ada seorangpun yang menolongku. Dan saat aku sadar dari pingsanku,
KRINGG ... KRINGG ... KRINGG ...
“Nuri bangun, sudah siang. Kamu tidak berangkat ke sekolah?” ujar ibuku.
“Sekolah? Aku kan baru aja pulang bu,
“Baru pualng dari mana, kamu jangan ngaco ya. Sekarang ini baru jam 7 pagi. Udah sekarang kamu mandi terus cepetan berangkat ke sekolah.”
“Hah jam 7 pagi? Berarti yang tadi itu .... ”
TIDAKKK !!!
Aku baru sadar ternyata semua yang aku alami dengan Rian itu cuma mimpi.
Mimpi,, ya itu semua memang cuma mimpi. Aku nggak akan mungkin bisa memiliki Rian. Rian I love you. You will be a king in my heart forever.
***

Antologi Analogi Hati (2014) Mafaza Media


Tidak ada komentar:

Posting Komentar